TEMPO Interaktif, Sydney: Pencetak gol terbanyak kedua di Liga Australia, Serginho van Dijk, ingin menjelaskan dua hal: ia tidak memiliki pertalian apa pun dengan Brasil dan ia siap bermain untuk tim nasional Indonesia.
Van Dijk lahir dan dibesarkan di Assen, Belanda. Asal-usul pemain kelahiran 6 Agustus, 1982 ini sempat membuat publik Australia dilanda kebimbangan, bahkan sejak pertama kali ia merumput bersama Queensland Roar, klub asal Brisbane, di A-League, kompetisi paling bergengsi di Benua Kanguru.
Namun, di tengah kegagalan Queensland yang tersingkir dari perlombaan menuju gelar juara pada pekan silam (Queensland dikalahkan Adelaide United 0-1 di semifinal pada 21 Februari silam), van Dijk jelas ingin membuat kesalahpahaman itu menjadi terang-benderang.
"Saya tak tahu-menahu darimana asal mula isu soal Brasil itu," kata van Dijk kepada harian Sydney Morning Herald, Jumat (27/2). "Saya sama sekali tak punya darah Brasil. Ayah saya dari Belanda, ibu saya orang Indonesia. Tentu saja nama saya berbau Brasil. Serginho diambil dari nama penyerang terkenal Brasil, Serginho Chulapa, pada Piala Dunia 1982. Saat itu saya baru saja lahir. Barangkali karena warna kulitku juga membuat orang jadi bingung, ya."
Gegerkan Liga Australia
Namun, kebingungan apapun yang telah terjadi, yang pasti van Dijk telah menggegerkan putaran kedua A-League pada musim kompetisi tahun ini. Dia mampu bersaing di puncak daftar pencetak gol terbanyak dengan 12 gol bersama Daniel Allsopp, pemain asal klub Melbourne Victory. Sepuluh gol yang dicetak van Dijk di antaranya dibukukan dalam sebelas pertandingan terakhir.
Penampilan cihuy van Dijk, yang dicalonkan oleh Fox Sports sebagai pemain terbaik tahun ini, juga dianggap sebagai sinyal agar para pengurus sepak bola Indonesia cepat-cepat memboyongnya ke dalam skuad Merah Putih.
Apalagi Indonesia -- yang juga berada satu grup dengan Australia -- kini tengah berjuang di babak kualifikasi Piala Asia 2011. Bila harapan ini menjadi nyata, van Dijk terpaksa berjibaku dengan rekan setimnya di Queensland Roar, Craig Moore, saat "Socceroos" menjamu Indonesia pada pertandingan yang dijadwalkan berlangsung Maret tahun depan. Kedua tim bermain imbang tanpa gol di Jakarta beberapa waktu silam.
"Saya sangat serius untuk hal ini," kata pemilik nomor punggung sembilan di Queensland itu, "Saya sudah dihubungi oleh beberapa orang, dan sudah berbincang dengan pengurus PSSI pekan silam. Mereka menyambut positif keinginan saya membela Indonesia. Baguslah, kini saya berharap diberi (status) kewarganegaraan."
Tapi, antusiasme van Dijk sedikit mengalami kendala, terutama soal status kewarganegaraannya. "Saya ingin memiliki dua kewarganegaraan, dan tak ingin menyerahkan paspor Belanda saya, karena bisa memberikan efek negatif. Setelah karier berakhir, saya ingin pulang. Jadi akan sangat sulit jika harus berganti kewarganegaraan."
Meski begitu, publik Indonesia masih berpeluang melihat aksi pemain yang pernah membela klub Divisi Satu Belanda FC Groningen (1999-2002) itu dalam waktu dekat. "Ada sebuah pertandingan persahabatan melawan Manchester United (24 Juli). Mereka (pengurus PSSI) menanyakan kesediaan saya untuk bermain dalam pertandingan tersebut. Ini bukan pertandingan dalam lingkup aturan FIFA. Sehingga saya tak perlu status kewarganegaraan. Tentu saja saya ingin bermain," kata pria pemilik tinggi badan 185 sentimeter itu.
Bisa Bercakap Indonesia
Sebenarnya Indonesia tak memiliki sejarah para pemain naturalisasi yang bermain di tim nasional, kendati pun kompetisi Liga Super Indonesia dijejali para pemain asing dari Afrika dan Amerika Selatan. Bahkan, banyak para pemain ini yang telah lama berkecimpung di liga profesional ini. Sebutlah misalnya Christian Gonzales (mantan pemain Persik Kediri dan kini membela Persib Bandung) asal Uruguay.
Namun pertalian darah akan sedikit membantu keinginan van Dijk. Kasus ini boleh jadi sebuah tes bagi pengurus PSSI. Sayangnya persoalan tak berhenti sampai di sini. Selain terbentur dengan aturan kewarganegaraan ganda, para pejabat PSSI harus lebih dulu berdebat panjang dengan komunitas fanatik sepakbola keturunan Belanda-Indonesia di Negeri Kincir Angin dalam memperebutkan pemain berpotensi itu.
Terlepas dari itu, Van Dijk sangat senang menjadi pionir. Bukan hanya karena alasan demi sepak bola, namun mengingat ikatan yang kuat dengan akar budaya keindonesiannya. "Saya datang (ke Indonesia) berkali-kali," katanya. "Kakek saya dari Pulau Maluku, nenek saya dari Jawa. Saya bisa berbahasa Indonesia kendatipun banyak keluarga saya yang berbahasa dengan dialek berbeda. Namun saya bisa memahami banyak hal meski butuh waktu yang agak lama. Saya masih memiliki pertalian yang baik dengan latar belakang keindonesiaan saya."
Melihat kelemahan Indonesia yang acap kekurangan pencetak gol nan mumpumi, kinerja van Dijk dalam musim pertamanya di Australia pantas diacungi jempol setelah bertahun-tahun mandek di kasta bawah kompetisi Liga Belanda. Sebelum berlabuh di Queensland, van Dijk sempat tiga tahun bermukim di FC Emmen, klub divisi dua Liga Belanda.
"Musim ini membuka banyak peluang untuk saya, kita tak pernah tahu apa yang terjadi di dunia sepak bola," kata van Dijk. "Kini saya memiliki kesempatan dan berharap dapat mewujudkannya. Saya selalu bermimpi bermain di tim nasional sejak berusia sembilan tahun. Menurut saya, karier terbaik saya sudah di depan mata."
Menurut dia, Indonesia tim yang bagus dan terus mengalami perkembangan. "Saya menonton mereka bermain melawan Yamaika dua tahun silam. Saya pikir mereka menang 2-0. Saya melihat pertandingan terakhir Indonesia menghadapi Australia, dan mereka mengumpan lebih baik. Saya yakin mereka akan lolos dari kualifikasi Piala Asia. Dan saya ingin membantu mereka meraihnya," kata van Dijk.
BOBBY CHANDRA
0 komentar:
Posting Komentar